Baru-baru ini ada salah
satu badan survay yang melegitimasi kepemimpinan Soeharto sebagai presiden
paling populer dalam masyarakat Indonesia, mengalahkan Presiden Susilo Bambang
Yudoyono (SBY), Soekarno, Megawati, Habibie, dan Gusdur. Terlepas dari semua
itu, Soeharto sampai saat ini mau tidak mau masih di akui melekat dalam masyarakat
Indonesia.
Bahkan apabila kita
perhatikan secara acak, masyarakat dipedesaan masih banyak yang
mengatakan”Ngeunah keneh jaman Pak Harto, aman, sagalana marurah.”Masih enak
jaman Pak Harto aman, segalanya serba murah. Hal ini bukti bahwa masyarakat sudah
di hipnotis dengan gaya kepemimpinan Soeharto yang gemar membangun, dan menjaga
stabilitas keamanan negara.
Kejatuhan Soeharto pada
tanggal 21 Mei 1998, tiga belas tahun yang silam, telah membuka lembaran baru
kehidupan bangsa Indonesia. Ada benang merah yang sangat kuat dari gaya
kepemimpinan Soeharto, Ia mewarisi sebuah tradisi politik yang diwarnai
penyeragaman. Melalui pendidikan politik terhadap berbagai elemen bangsa,
Soeharto mampu mengelola konflik secara konsisten dan meletakan kekuatan lain di
luar dirinya sebagai asesoris belaka, menjadi kekuatan demokrasi yang lemah
polititical leverage-nya.
Tulisan ini mencoba
mengurai kembali kepemimpinan Soeharto sejak akhir 1960-an sampe petengahan
tahun 1998. Garapan awal kepemimpinan Soeharto adalah pembangunan ekonomi,
jargon”economic law and politic later”menjadi prinsip utama penyelengaraan
negara. Pemerintahan Soeharto yang di sebut Orde Baru memang mengambil alih
kekuasaan dalam keadaan politik yang kacau, termasuk ketidakpastian ekonomi
rakyat karena harga yang meningkat pesat dan tidak terjangkau oleh daya beli
rata-rata masyarakat luas. Karena itu, sampai beberapa tahun kekuasaan beralih
masalah ekonomi masih menjadi persoalan yang pelik.
Pemerintahan Soeharto
pada waktu itu seperti tidak ada pilihan lain, kecuali mengubah dengan ekstrem
fokus pembangunan di bidang ekonomi dengan cara yang luar biasa untuk memacu
pertumbuhan ekonomi, dan transformai menuju industrialisasi. Jadi, dari
analisis historis, sudut pandang momentum ketika itu fokus perhatian Pak Harto
ke bidang ekonomi dengan cara-cara ekstrem merupakan pilihan yang sangat tepat.
Ide gagasan awal dari pola gerakan pembangunan ekonomi yakni pertumbuhan
ekonomi akan menetes ke bawah dan tidak ada pemerataan tanpa pertumbuhan
ekonomi, walaupun pada akhirnya yang dibagi hanya kemiskinan kepada masyarakat
Indonesia. Permasalahan selanjutnya ketika pertumbuhan ekonomi benar-benar
tercapai pada fase pertengahan kepemimpinan Soeharto sekitar 7-8% pada tahun
1967-1981, tetapi nampaknya tetap saja pemerataan tertinggal jauh di belakang.
Landasan pembangunan
ekonomi Soeharto, pada akhirnya mengakibatkan partisipasi masyarakat dalam
sistem pemerintahan dianggap lebih mengganggu proses pembangunan. Di sisi lain,
Soeharto tetap memperhatikan nasib rakyat Indonesia, yang secara makro sangat
dipengaruhi oleh dialektika internasioanal. Sebagaimana masyarakat di dunia
pada umumnya, di Indonesia pun bentuk kehidupan demokrasi atau keotoriteran
pemimpin ditentukan oleh interaksi dari ekonomi, politik, dan sosial. Dalam hal
ini Soeharto telah mampu mengelaborasikan kekuatan militer dan birokrasi
sebagai modal awal memandu kepemimpinan negara. Secara tidak sadar Soeharto
telah mengemas dengan apik. Idealnya, demokrasi yang dikembangkan pada waktu
itu memenuhi bagian terbesar standar universal. Pemenuhan pembatasan kekuasaan
lewat pembagian dan pemisahan kekuasaan di antara ketiga cabang pemerintahan
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif), pengoprasian sistem chek and balences
telah melandasi proses demokrasi di dalam kepemimpinan Soeharto.
Akibat ketidakmampuan
Soeharto melakukan pemerataan ekonomi, terjadinya kecemburuan sosial merebak di
mana-mana selama proses transformasi ekonomi berlangsung. Setelah pertumbuhan
ekonomi terjadi selama tiga dekade pembanguan jangka panjang, ternyata telah
membangun konglomerat elite baik di dalam istana maupun di luar istana. Maka
kondisi ekonomi yang di ikuti oleh etatisme corporatisme dan kronitisme yang
kuat di jajaran pemerintahan orde baru membuat semakin jauh jarak si miskin dan
si kaya.
Akui tidak di akui perjalanan panjang kepemimpinan Soeharto untuk melakukan kontrol sosial, dan mengelola konflik di masyarakat terbilang mulus, karena Soeharto melaksanakan sejumlah pendekatan refresif dan koersif terhadap kekuatan lain yang memiliki potensi untuk menjadi oposisi dalm pemerintahannya. Sebagaian pengamat mengatakan golongan Islam tradisional yang bisa di indikasikan mempunyai kekuatan penyeimbang dari kekuasan Soeharto, karena memiliki basis massa yang banyak. Baberapa argumentasi di atas hanyalah contoh kecil dari sejumlah besar strategi Soeharto untuk mempertahankan kekuasaannya. Meski sebagian kalangan yang menentang dirinya menganggap bahwa Soeharto anti-demokrasi, tetapi pada zamannya strategi politik tersebut dianggap sebagai kekuatan poltik yang cukup heroik.
Jatuhnya rezim Soeharto
yang telah dianggap otoriter menjalankan pememerintahan lebih dari 32 tahun,
dikarenakan jepitan gerakan intelektual dan massa rakyat membuka peluang
kembali bagi kembalinya demokrasi yang sudah dilalui oleh perjalanan panjang
sejarah bangsa. Perjalanan demokrasi Indonesia pasca Soeharto mendapat
pelajaran berharga dari semua rangkaian peristiwa sejarah masa lalu. Kini
tergantung pada pemimpin-pemimpin masa depan, apakah Indonesia akan kembali
mengulang model kepemimpinan Soeharto, ataukah menggantikannya dengan yang
lebih merakyat dan demokratis.
Perjalanan Demokrasi
Indonesia
Apabila kita amati
fenomena perjalanan demokrasi dan pergantian kepemimpinan bangsa sebenarnya
adalah refleksi kesejahtraan publik yang terpinggirkan. Hal ini diperparah
dengan ketertindasan yang dihadapi oleh umat Islam, baik oleh kekuatan Barat
maupun oleh golongan yang mengatasnamakan Islam. Terlepas dari realitas politis
sekarang, fenomena maraknya gerakan Islam radikal di Indonesia, sebenarnya juga
mengandung jebakan-jebakan. Pertama, jangan-jangan disintegrasi gerakan
radikalisme merupakan rekayasa politik global untuk memecah belah masyarakat
Islam yang ada di Indonesia. Kedua, Negara Indonesia telah kehilangan bingkai
kebersamaan atau komitmen kebangsaan yang berusaha mewujudkan kemakmuran dan
kesejahtraan.
Kalau itu yang terjadi,
maka kemudian agama telah menjadi instrumen partikularistik gerakan-gerakan
agama dan kebangkitan kelompok yang kemudian mendapatkan angin segar dari
suara-suara Internasional yang menginginkan perpecahan di dunia Islam. Hal ini
yang diperlukan oleh negara, agar agama dijadikan perekat pada level society.
Jika perekat itu hilang dan diganti oleh ikatan kepentingan salah satu golongan
maka konsep kenegaraan yang memiliki budaya Democratic Civility akan lenyap
secara perlahan.
Apabila bangsa
Indonesia berhasil menuntaskan agenda reformasi dan menguatkan kembali
pemerintahan yang konsisten untuk mensejahtrakan rakyatnya, maka masyarakat
Indonesia sedang dibawa ke suatu masa depan yang gemilang. Namun, apabila
gerakan radikalisme, tidak segera dituntaskan sampai ke akarnya, kekhawatiran
hal ini akan menjadi bumerang untuk disintegrasi yang mengatasnamakan
kepentingan agama.
Setidaknya dalam analisis
saya ada beberapa harapan masyarakat Indonesia untuk kepemimpinan sekarang ini.
Pertama, peningkatan kesejahtraan ekonomi rakyat secara keseluruhan. Kedua,
Pengembangan dan pemberdayaan kaum intelektualitas dan profesional di segala
bidang. Ketiga melakukan hubungan internasional yang lebih progres untuk
kemajuan negara. Keempat sosialisasi pendidikan ketatanegaraan yang bernafaskan
Bhineka Tunggal Ika. Semua aspek tersebut apabila mampu dilaksanakan oleh
pengemban amanah kepemimpinan, tentunya harapan untuk membangun keadaban
demokratis mungkin bisa terwujud.
Biografi Presiden Soeharto
Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau
lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro
seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa,
sedangkan ibunya bernama Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.
Sampai akhirnya
terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada
tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun
1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkawinan Letkol
Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo.
Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam
putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang
Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang
Adiningsih.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan
panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto
memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan
resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnanh
Kolonel.
Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut
kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga
pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah
menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto
mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad,
Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno.
Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret
dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban
serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya
G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai
Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto
memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia
mengundurkan diri, 21 Mei 1998. residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada
pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR
dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal
dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari
2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.
Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan
Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1).
Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang
wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP
Jakarta akibat kegagalan multi organ.
Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden
Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8,
Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah
kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek
mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan
Cendana,mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.
Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan
masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak
Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah
mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu
(27/1).
Sementara itu, Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah
menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan,
menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor
Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang
mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.
Referensi :
- http://www.knowledge-leader.net/2011/05/soeharto-dan-kepemimpinan-bangsa/
- http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-presiden-soeharto.html
0 comments:
Post a Comment