Thursday, March 14, 2013

Korupsi di Indonesia dan Lima Masalah Hambat Pemberantasan Korupsi


Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Rimawan Pradiptyo, mengatakan Indonesia merupakan negara tercanggih dalam hal korupsi. Indonesia punya cara korupsi yang tak dimiliki negara lainnya. Rimawan Pradiptyo juga mengatakan bahwa Indonesia telah merugi Rp 153,1 Triliun akibat korupsi. Ia menjelaskan nilai biaya eksplisit korupsi Rp 168,19 Triliun, tetapi nilai hukuman finansial hanya Rp 15,09 Triliun (atau sekitar 8,97%).

Deputi Penelitian dan Basis Data Penelitian dan Pelatihan Ekonomika Bisnis itu menjelaskan korupsi yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh sistem dan lebih bersifat struktural. Akibatnya, masyarakat pun terdorong untuk melakukan korupsi.

Rimawan mencontohkan, dalam perekrutan pegawai negeri sipil, calon harus mengeluarkan biaya pelicin agar diterima. Mereka rela mengeluarkan duit ratusan juta rupiah karena nantinya akan diberi gaji tetap tanpa ada ketakutan dipecat. Hasilnya, untuk menutup modal awal yang telah mereka keluarkan, para PNS ini pun mengolah otak agar uang yang mereka keluarkan itu bisa kembali. Demikian pula yang terjadi di Badan Anggaran DPR. Anggota Banggar seringkali menggunakan alasan optimalisasi anggaran untuk menambah pengeluaran. Maksimalisasi anggaran ini dilakukan dengan mengubah-ubah asumsi makro.

Unit Kerja Presiden untuk Percepatan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menilai pemberantasan korupsi akan berjalan lebih baik jika empat legislasi dituntaskan. Sayangnya, sepanjang 2012 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat dan lembaga pemerintah terkait belum berhasil menyelesaikan tunggakan legislasi tersebut. 

Kepala Unit Kerja Presiden, Kuntoro Mangkusubroto, Kamis 3 Januari 2013 mengatakan "Perbaikan sistem untuk pemberantasan korupsi belum menggembirakan,". Lalu dia menunjuk lima faktor yang berkontribusi pada lemahnya pemberantasan korupsi selama ini.
 
Kelima faktor itu adalah:
  1. Belum rampungnya pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
  2. Belum selesainya revisi UU Tindak Pidana Korupsi,
  3. belum dipertimbangkannya LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) dan LHA PPATK (Laporan Hasil Analisis Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan) dalam seleksi pejabat strategis di instansi penegak hukum,
  4. Belum digunakannya instrumen hukum perampasan aset dalam putusan perkara tindak pidana korupsi, dan
  5. Masih buruknya koordinasi lembaga pengawas eksternal maupun internal di berbagai lembaga pemerintah. 

Unit Kerja Presiden sebenarnya memiliki data lembaga penegak hukum mana yang rapor pemberantasan korupsinya mengecewakan. Namun Kuntoro enggan membuka hasil evaluasi itu. 

Referensi :

Nur alfiyah.2013.” Korupsi di indonesia paling canggih“.http://www.tempo.co/read/news/2013/03/13/078466908/korupsi-di-indonesia-paling-canggih

Aryani kristanti.2013.”Kuntoro: 5 masalah hambat pemberantasan korupsi. http://www.tempo.co/read/news/2013/01/03/063451903/kuntoro-5-masalah-hambat-pemberantasan-korupsi

0 comments:

Post a Comment